Wednesday, May 27, 2009

contoh surat kuasa mahasiswa

Indonesia,18Pebruari 20013
Kepada :
Yth. xxx


Dengan hormat,
Saya mahasiswa perwalian yang bernama :
Nama :
XXXX :
Memohon ijin memberikan kuasa pengisian Kartu Rencana Studi (KRS) semester genap tahun ajaran 2008/2009 kepada saudara :
Nama : xxx
NIM : xxx
Saya berhalangan dalam xxxx dikarenakan Saya xxxx.
Demikian surat ini saya buat, atas perhatian dan bantuan Ibu, saya ucapkan terimakasih.

Penerima Kuasa, Pemberi Kuasa


Xxxxx xxxxx
L2H 007 027 L2H 007 035

Mengetahui,
Dosen Wali (xxx)


xxxxx

Tuesday, May 26, 2009

Linear Programming

Model optimasi telah digunakan selama berabad-abad. Pada masa sekarang ini, optimasi menjadi sangat esensial untuk tujuan bisnis yang semakin kompleks dan rumit. Para insinyur pun menjadi semakin ambisius dalam mengembangkan hal ini. Dalam banyak hal, keputusan dapat saja dibuat tanpa mempertimbangkan tujuan dari model tersebut. Sebagai contoh, dalam kerjasama multinasional, sebagian kecil perkembangan proses operasi dapat mencapai peningkatan keuntungan berjuta-juta dolar. Tetapi, untuk mencapainya dibutuhkan analisis dan kerjasama setiap divisi.
Untuk model yang kompleks, dengan berbagai kerumitan yang ada, keputusan bisnis akan sangat berpengaruh. Dalam beberapa dasawarsa ini, telah dikembangkan hardware dan software komputer, yang berhasil melakukan optimasi secara praktis dalam bisnis dan ilmu pengetahuan. Sekarang ini, pemecahan masalah dengan ribuan atau bahkan jutaan variabel menjadi mungkin untuk diselesaikan.
Secara sederhana, dapat diambil contoh bagian produksi suatu perusahaan yang dihadapkan pada masalah penentuan tingkat produksi masingmasing jenis produk dengan memperhatikan batasan faktor-faktor produksi: mesin, tenaga kerja, bahan mentah, dan sebagainya untuk memperoleh tingkat keuntungan maksimal atau biaya yang minimal.
Program linier merupakan salah satu aplikasi solusi permasalahan Lebih lanjut formulasi model tersebut mengijinkan perpindahan masalah umum menjadi sebuah kerangka kerja matematika. Persoalan pengalokasian ini akan muncul manakala seseorang harus memilih tingkat aktivitas-aktivitas tertentu yang bersaing dalam hal penggunaan sumber daya langka yang dibutuhkan untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas tersebut. Beberapa contoh dari uraian tersebut adalah persoalan pengalokasian fasilitas produksi, persoalan pengalokasian sumber daya nasional untuk kebutuhan domestik, penjadwalan produksi, solusi permainan (game), dan pemilihan pola pengiriman (shipping). Satu hal yang menjadi ciri situasi diatas ialah adanya keharusan untuk mengalokasikan sumber.
Dalam laporan ini berisikan tentang solusi matematis masalah pembuangan limbah. Pada kasus ini limbah yang dihasilkan pabrik merupakan masalah utama yang harus dihadapi oleh sebuah pabrik dalam menyikapi lingkungan sekitarnya. Karena pemerintah menetapkan ambang batas limbah yang aman bagi lingkungan dan sementara itu sebuah pabrik tidak mungkin hanya menghasilkan limbah yang aman (di atas ambang batas pemerintah). Sehingga limbah pabrik yang belum memenuhi standar harus diolah kembali. Pengolahan tersebut tentunya identik dengan biaya yang tinggi.
Permasalahan pabrik tersebut telah jelas bahwa bagaimana sebuah pabrik dapat menghasilkan limbah yang memenuhi standar pemerintah agar pabrik tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk mengurusi masalah limbah.
Linear Programming merupakan model umum yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah pengalokasian sumber-sumber yang terbatas secara optimal. Masalah tersebut timbul apabila seseorang diharuskan untuk memilih atau menentukan tingkat setiap kegiatan yang akan dilakukannya, di mana masing-masing kegiatan membutuhkan sumber yang sama sedangkan jumlahnya terbatas. Secara sederhana, dapat diambil contoh bagian produksi suatu perusahaan yang dihadapkan pada masalah penentuan tingkat produksi masingmasing jenis produk dengan memperhatikan batasan faktor-faktor produksi: mesin, tenaga kerja, bahan mentah, dan sebagainya untuk memperoleh tingkat keuntungan maksimal atau biaya yang minimal.

Pada masa modern sekarang, Linear Programming masih menjadi pilihan dalam upaya untuk memperoleh tingkat keuntungan maksimal atau biaya yang minimal.
Dalam memecahkan masalah di atas, Linear Programming menggunakan model matematis. Sebutan “linear” berarti bahwa semua fungsi matematis yang disajikan dalam model ini haruslah fungsi-fungsi linier. Dalam Linear Programming dikenal dua macam fungsi, yaitu fungsi tujuan (objective function) dan fungsi-fungsi batasan (constraint function). Fungsi tujuan adalah fungsi yang menggambarkan tujuan/sasaran di dalam permasalahan Linear Programming yang berkaitan dengan pengaturan secara optimal sumber daya-sumber daya, untuk memperoleh keuntungan maksimal atau biaya minimal. Pada umumnya nilai yang akan dioptimalkan dinyatakan sebagai Z. Fungsi batasan merupakan bentuk penyajian secara matematis batasan-batasan kapasitas yang tersedia yang akan dialokasikan secara optimal ke berbagai kegiatan.
Menurut Supranto(1983,p76-82), suatu persoalan disebut persoalan Linear Programming apabila memenuhi:
1. Tujuan (obyektif) yang akan dicapai harus dapat dinyatakan dalam fungsi linier. Fungsi ini disebut fungsi tujuan (fungsi obyektif).
2. Harus ada alternatif pemecahan yang membuat nilai fungsi tujuan optimum (laba yang maksimum, biaya yang minimum).
3. Sumber-sumber tersedia dalam jumlah yang terbatas (bahan mentah, modal, dan sebagainya). Kendala-kendala ini harus dinyatakan di dalam pertidaksamaan linier (linear inequalities).
Pada dasarnya, persoalan Linear Programming dapat dirumuskan sebagai berikut.
Cari x1,x2, …, xj, …, xn. sedemikian rupa sehingga
Z = c1×1 + c2×2 + … + cjxj + … + cnxn = Optimum (Maksimum atau Minimum)
dengan kendala:






Keterangan:
Ada n macam barang yang akan diproduksi masing-masing sebesar x1, x2, … , xj, … xn.
xj = banyaknya produksi barang yang ke j, j = 1,2,…,n
cj = harga per satuan barang ke j, disebut “price”
Ada m macam bahan mentah masing-masing tersedia h1, h2, …, hj, …, hm.
hi = banyaknya bahan mentah ke i, i = 1,2, …,m
aij = banyaknya bahan mentah ke i yang dipergunakan untuk memproduksi 1 satuan barang ke j
xj unit memerlukan aij unit bahan mentah i.

Asumsi-asumsi Linear Programming
Asumsi-asumsi Linear Programming dapat dirinci sebagai berikut.
o Proportionality
Asumsi ini berarti bahwa naik turunnya nilai Z dan penggunaan sumber atau fasilitas yang tersedia akan berubah secara sebanding (proporsional) dengan perubahan tingkat kegiatan.
Z = C1X1 + C2X2 + C3X3 + …..CnXn
Setiap penambahan 1 unit X1 akan menaikkan Z dengan C1. Setiap penambahan 1 unit X2 akan menaikkan Z dengan C2, dan seterusnya.
a11X1 + a12X2 + a13X3 + ….. + anXn ≤ b1
Setiap penambahan 1 unit X1 akan menaikkan penggunaan sumber/fasilitas 1 dengan a11. Setiap penambahan 1 unit X2 akan menaikkan penggunaan sumber/fasilitas 1 dengan a12, dan seterusnya. Asumsinya adalah, setiap ada kenaikan kapasitas riil tidak perlu ada biaya persiapan (set up cost).
o Additivity
Asumsi ini berarti bahwa nilai tujuan tiap kegiatan tidak saling mempengaruhi, atau dalam Linear Programming dianggap bahwa kenaikan dari nilai tujuan (Z) yang diakibatkan oleh kenaikan suatu kegiatan dapat ditambahkan tanpa mempengaruhi bagian nilai Z yang diperoleh dari kegiatan lain.
Z = 3X1 + 5X2 di mana X1 = 10; X2 = 2;
Sehingga Z = 30 + 10 = 40
Jika X1 bertambah 1 unit, maka sesuai dengan asumsi, maka nilai Z menjadi 40 + 3 = 43. Jadi, nilai 3 karena kenaikan X1 dapat langsung ditambahkan pada nilai Z mula-mula tanpa mengurangi bagian Z yang diperoleh dari kegiatan 2 (X2). Dengan kata lain, tidak ada korelasi antara X1 dan X2.
o Divisibility
Asumsi ini menyatakan bahwa keluaran yang dihasilkan oleh setiap kegiatan dapat berupa bilangan pecahan. Demikian pula dengan nilai Z yang dihasilkan.
o Deterministic (certainty)
Asumsi ini menyatakan bahwa semua parameter yang terdapat dalam model Linear Programming (aij, bi, cj) dapat diperkirakan dengan pasti, meskipun jarang dengan tepat.

2.2 Model-Model dalam Penelitian Operational
Model – model dalam Penelitian Operasional yang biasa digunakan adalah :
1. Model – model ikonis / fisik
Yaitu penggambaran fisik dari suatu sistem , baik dalam bentuk yang ideal maupun dalam skala yang berbeda.
2. Model – model analog / diagramatis
Model ini dapat menggambarkan situasi – situasi yang dinamis dan lebih banyak digunakan daripada model ikonis karena sifatnya yang dapat dijadikan analogi bagi karakteristik sesuatu yang sedang dipelajari.
3. Model – model simbolis / matematis
Yaitu penggambaran dunia nyata melalui simbol – simbol matematis.
4. Model – model simulasi
Yaitu model – model yang meniru tingkah laku sistem dengan mempelajari interaksi komponen – komponennya. Karena tidak memerlukan fungsi – fungsi matematis secara eksplisit untuk merelasikan variabel – variabel sistem, maka model – model ini dapat digunakan untuk memecahkan sistem kompleks yang tidak dapat diselesaikan secara matematis. Tetapi ini tidak dapat memberikan solusi yang benar-benar optimum, yang dapat diberikan jawaban suboptimum, yaitu optimum dari alternati – alternatif yang dites.
5. Model – model heuristik
Kadang formulasi matematis bersifat sangat kompleks untuk dapat memberikan suatu solusi yang pasti,kadang dapat diperoleh tetapi memerlukan proses pehitungan yang sangat panjang dan tidak praktis, maka digunakan model ini, yaitu suatu metode pencarian didasarkan atas intuisi atau aturan empiris untuk memperoleh solusi yang lebih baik daripada solusi yang dicapai sebelumnya.

ASUMSI MODEL LP

Model LP mengandung asumsi-asumsi implisit tertentu yang harus dipenuhi agar definisinya sebagai suatu masalah LP menjadi absah. Asumsi itu menuntut bahwa hubungan fungsional dalam masalah itu adalah linier dan additif, dapat dibagi dan deterministik. Linearity dan Additivity Bahwa fungsi tujuan dan semua kendala harus linier. Dengan kata lain, jika suatu kendala melibatkan dua variabel keputusan, dalam diagram dimensi dua ia akan berupa garis lurus. Begitu juga, suatu kendala yang melibatkan tiga variabel akan menghasilkan suatu bidang datar dan kendala yang melibatkan n variabel akan menghasilkan hyperplane (bentuk geometris yang rata) dalam ruang berdimensi n.
Kata linier secara tidak langsung mengatakan bahwa hubungannya proporsional yang berarti bahwa tingkat perubahan atau kemiringan hubungan fungsional itu adalah konstan dan karena itu perubahan nilai variabel akan mengakibatkan perubahan relatif nilai fungsi tujuan dalam jumlah yang sama. LP juga mensyaratkan bahwa umlah variabel kriteria dan jumlah penggunaan sumber daya harus bersifat additif. Contohnya, keuntungan total Z yang merupakan variabel kriteria, sama dengan jumlah keuntungan yang diperoleh dari masing-masing kegiatan, cj x. Juga, seluruh sumber daya yang digunakan untuk seluruh kegiatan, harus sama dengan jumlah sumber daya yang digunakan untuk masing-masing kegiatan.

2. 3 Metodologi Penelitian Operasional
Metodelogi Penelitian Operasional , ada lima langkah, yaitu :
Langkah 1 : Memformulasikan persoalan
Definisikan persoalan lengkap denagn spesifikasi tujuan organisasi dan bagian – bagian organisasi atau sistem yang bersangkutan.
Langkah 2 : Mengobservasikan sistem
Kumpulkan data untuk mengestimasikan besaran parameter yang berpengaruh terhadap persoalan yang dihadapi. Estimasi ini digunakan untuk membangun dan mengevaluasi model matematis dari persoalan.
Langkah 3 : Memformulasikan model matematis dari persoalan yang dihadapi
Dalam memformulasikan persoalan ini biasanya digunakan model analitik, yaitu model matematis yang menghasilkan persamaan. Jika pada suatu situasi yang sangat rumit tidak diperoleh model analitik maka perlu dikembangkan suatu model simulasi.
Langkah 4 : Mengevaluasi model dan menggunakannya untuk prediksi
Pada langkah ini tentukan apakah model matematis yang dibangun pada langkah 3 telah menggambarkan keadaan nyata secara akurat . Bila belum buatlah model yang baru.
Langkah 5 : Mengimplementasikan hasil studi
Kita harus menerjemahkan hasil studi atau hasil perhitungan ke dalam bahasa sehari – hari yang mudah dimengerti.
(Tjutju Tarliah Dimyati-Ahmad Dimyati, Operations Research, Hal 2-5)

Programa linier dari kata Linear Programming, adalah suatu cara untuk menyelesaikan persoalan pengalokasian sumber – sumber yang terbatas di antara beberapa aktivitas yang bersaing, dengan cara yang terbaik yang mungkin dapat dilakukan. Programa linier ini menggunakan model matematis untuk menjelaskan persoalan yang dihadapi. Sifat “ linier “ memberi arti bahwa seluruh fungsi matematis dalam model ini merupakan fungsi yang linier, sedangkan “ programa “ merupakan sinonim untuk perencanaan aktivitas – aktivitas untuk memperoleh suatu hasil yang optimum, yaitu hasil yang mencapai tujuan terbaik diantara seluruh alternatif yang fisibel.
Dalam membangun model dari formulasi akan digunakan karkteristik – karakteristik yang biasa digunakan dalam persoalan programa linier, yaitu :
a. Variabel keputusan
Adalah variabel yang menguraikan secara lengkap keputusan – keputusan yang akan dibuat.
b. Fungsi tujuan
Merupakan fungsi dari variabel keputusan yang akan dimaksimumkan ( untuk pendapatan atau keuntungan ) atau meminimumkan ( untuk ongkos ).
c. Pembatas
Merupakan kendala yang dihadapi sehingga kita tidak bisa menentukan harga – harga variabel keputusan secara sembarang. Koefisien dari variabel keputusan pada pembatas disebut koefisien teknologis, sedangkan bilangan pada sisi kanan setiap pembatas disebut ruas kanan pembatas.
d. Pembatas tanda
Adalah pembatas yang menjelaskan apakah varibel keputusannya diasumsikan hanya berharga nonnegatif atau variabel keputusan tersebut boleh berharga positif , boleh juga negatif ( tidak terbatas dalam tanda ).
(Tjutju Tarliah Dimyati-Ahmad Dimyati, Operations Research, Hal 17-20)
Programa dinamis adalah suatu teknik matematis yang biasanya digunakan untuk membuat suatu keputusan dari serangkaian keputusan yang saling berkaitan. Tujuan utamanya adalah untuk mempermudah penyelesaian persoalan optimasi yang mempunyai karakteristik tertentu.
Ide dasarnya adalah membagi persoalan menjadi beberapa bagian yang lebih kecil sehingga memudahkan penyelesaiannya. Berbeda dengan programa linier , pada persoalan programa dinamis tidak ada formulasi matematis yang standard.

2.4 Model Programa Linier
Salah satu keputusan managerial yang sangat penting adalah penyaluran sumber–sumber yang sangat langka, dimana sumber–sumber ini dapat dipergunakan untuk menghasilkan komoditi tertentu. Metode analisis yang paling bagus untuk menyelesaikan peralokasi sumber ialah metode programa linier.
Programa linear yang diterjemahkan dari Linear Programming (LP) adalah suatu cara untuk menyelesaikan persoalan pengalokasian sumber-sumber yang terbatas di antara beberapa aktivitas yang bersaing, dengan cara yang terbaik yang mungkin dilakukan. Persoalan pengalokasian ini akan muncul manakala seseorang harus memilih tingkat aktivitas-aktivitas tertentu yang bersaing dalam hal penggunaan sumber daya langka yang dibutuhkan untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas tersebut. Programa linear ini menggunakan model matematis untuk menjelaskan persoalan yang dihadapinya. Sifat “linier” disini memberi arti bahwa seluruh fungsi matematis dalam model ini merupakan fungsi yang linier, sedangkan kata “programa” merupakan sinonim untuk perencanaan aktivitas-aktivitas untuk memperoleh suatu hasil yang optimum, yaitu suatu hasil ynag mencapai tujuan terbaik di antara seluruh alternatif yang fisibel.
Pada dasarnya metode-metode yang dikembangkan untuk memecahkan model programa linear ditujukan untuk mencari solusi dari beberpa alternatif solusi yang dibentuk oleh persamaan-persamaan pembatas sehingga diperoleh nilai fungsi tujuan yang optimum. Ada dua cara yang bisa digunakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan programa linier yaitu:
1. Solusi Grafis
Cara grafis dapat kita pergunakan apabila persoalan programa linier yang akan diselesaikan itu hanya mempunyai 2 variabel.
2. Metode Simpleks
Metode Simpleks merupakan teknik perhitungan yang dikembangkan untuk memecahkan persoalan programa linear yang mempunyai jumlah variabel keputusan dan pembatas yang besar.
(Tjutju T.D, Operations Research ,2003, hal 38-39)

2.5 Solusi Pada Model Programa Linier
Ada 3 macam solusi pada model programa linier :
1. Feasible
Solusi feasible terjadi bila terdapat titik solusi yang masuk ke daerah feasible. Daerah feasible dari programa linier adalah set dari seluruh titik yang memenuhi seluruh pembatas, termasuk pembatas tanda. Untuk persoalan maksimasi, solusi optimal dari persoalan programa linier adalah suatu titik pada daerah feasible dengan nilai fungsi
tujuan terbesar. Pada persoalan minimasi, solusi optimal adalah suatu titik pada daerah feasible dengan nilai fungsi tujuan terkecil.
2. Infeasible
Solusi infeasible terjadi bila tidak terdapat ruang solusi atau tidak ada daerah yang memenuhi seluruh pembatas. Dalam hal ini daerah feasiblenya kosong sehingga dengan sendirinya tidak ada solusi optimum.
3. Unbounded
Kasus ini terjadi apabila ruang solusi tidak terbatas sehingga nilai fungsi tujuan dapat meningkat/menurun secara tidak terbatas. Pada umumnya, kasus ini terjadi karena kesalahan dalam memformulasikan persoalan.
(Tjutju T.D, Operations Research ,2003, hal 41-45)
2.6 Shadow Prices
Untuk mendefinisikan kegunaan konsep shadow price ini, misalkan kita mempunyai persoalan maksimasi dengan pembatas di mana adalah ruas kanan dari pembatas ke- .
Shadow price pembatas ke- dari suatu persoalan maksimasi adalah besaran yang menyatakan peningkatan nilai optimal sebagai akibat dinaikkannya harga sebesar 1 unit, yaitu dari menjadi .
Shadow price pembatas ke- dari suatu persoalan maksimasi adalah nilai optimal dari variabel dual ke- . Karena shadow price adalah variabel dual, maka :
Shadow price untuk pembatas bertanda akan nonnegatif.
Shadow price untuk pembatas bertanda akan nonpositif.
Shadow price untuk pembatas bertanda akan tidak terbatas dalam tanda.
Definisi shadow price di atas juga berlaku untuk persoalan minimasi, dengan ketentuan bahwa :
Shadow price untuk pembatas bertanda akan nonnegatif.
Shadow price untuk pembatas bertanda akan nonpositif.
Shadow price untuk pembatas bertanda akan tidak terbatas dalam tanda.

2.7 Software QS (Quantitative System)
Solusi komputer merupakan bentuk solusi yang memberi kemudahan bagi pengambil keputusan LP. Solusi ini menawarkan beberapa jenis pilihan persoalan yang dapat diselesaikan, sehingan pengguna harus tahu jenis persolan yang dihadapinya. Hal pokok yang perlu diperhatikan dalam solusi komputer adalah software tidak mampu mendeteksi adanya kesalahan yang dibuat oleh pengguna dalam membuat model LP, sehingga apapun bentuk model LP akan diselesaikan oleh software. Software yang dapat digunakan antara lain QS (Quantitative System), LP solve, Lingo, dan lain-lain.
(Diktat Operttonal Research, Lab OPSI,2004)
Dalam praktikum kali ini untuk mempermudah perhitungan programa linier kami menggunakan software QS (Quantitative System). Dalam software QS ini kita menggunakan aplikasi (modul) untuk bernama LP-ILP.

BIOMEKANIKA

Pekerjaan penanganan material secara manual (Manual Material Handling) yang terdiri dari mengangkat, menurunkan, mendorong, menarik dan membawa merupakan sumber utama komplain karyawan di industri (Ayoub & Dempsey, 1999).Aktivitas manual material handling (MMH) yang tidak tepat dapat menimbulkan kerugian bahkan kecelakaan pada karyawan. Akibat yang ditimbulkan dari aktivitas MMH yang tidak benar salah satunya adalah keluhan muskoloskeletal. Keluhan muskoloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam jangka waktu yang lama akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan inilah yang biasanya disebut sebagai muskoloskeletal disorder (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal (Grandjean, 1993). Tingginya tingkat cidera atau kecelakaan kerja selain merugikan secara langsung yaitu sakit yang diderita oleh pekerja, kecelakaan tersebut juga akan berdampak buruk terhadap kinerja perusahaan yaitu berupa penurunan produktivitas perusahaan, baik melalui beban biaya pengobatan yang cukup tinggi dan juga ketidakhadiran pekerja serta penurunan dalam kualitas kerja.
Secara garis besar, kegiatan–kegiatan kerja manusia dapat dikelompokkan menjadi kerja fisik (otot) dan kerja mental (otak). Pemisahan ini tidak dapat dilakukan secara sempurna, karena terdapat hubungan yang erat antara satu dengan yang lainnya.
Tubuh manusia dirancang untuk melakukan aktivitas serhari-hari, adanya masa otot yang bobotnya lebih dari separuh tubuh memungkinkan manusia untuk dapat menggerakkan tubuh dan melakukan kerja. Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima oleh seseorang harus sesuai dan seimbang terhadap kemampuan fisik, koknitif, maupun keterbatasan manusia menerima beban tersebut.
Biomekanika adalah ilmu yang menggunakan hukum-hukum fisika dan konsep- konsep mekanika untuk mendeskripsikan gerakan dan gaya pada berbagai macam bagian tubuh ketika melakukan aktivitas. Faktor ini sangat berhubungan dengan pekerjaan yang bersifat material handling, seperti pengangkatan dan pemindahan secara manual, atau pekerjaan lain yang dominan menggunakan otot tubuh. Meskipun kemajuan teknologi telah banyak membantu aktivitas manusia, namun tetap saja ada beberapa pekerjaan manual yang tidak dapat dihilangkan dengan pertimbangan biaya maupun kemudahan. Pekerjaan ini membutuhkan usaha fisik sedang hingga besar dalam durasi waktu kerja tertentu, misalnya penanganan atau evaluasi ergonomi Berdasarkan Anthrophometri, Biomekanika, dan Fisiologi Kerja Hlm 4 / 28 pemindahan material secara manual. Usaha fisik ini banyak mengakibatkan kecelakaan kerja ataupun low back pain, yang menjadi isu besar di negara-negara industri belakangan ini. Biomekanika merupakan studi tentang karakteristik - karakteristik tubuh manusia dalam istilah mekanik. Biomekanika dioperasikan pada tubuh manusia baik saat tubuh dalam keadaan statis ataupun dalam keadaan dinamis. Contoh dari penerapan ilmu biomekanika adalah untuk menjelaskan efek getaran dan dampak yang timbul akibat kerja, menyelidiki karakteristik kolom tulang belakang, menguji penggunaan alat prosthetic, dll.
Sebuah lembaga di Amerika yang bernama NIOSH (National Institute Of Occopational Safety And Health) pada tahun 1981 melakukan analisa terhadap kekuatan manusia dalam mengangkat atau memindahkan beban, merekomendasikan batas beban yang dapat diangkat oleh manusia tanpa menimbulkan cedera meskipun pekerjaan tersebut dilakukan secara berulang-ulang dan dalam jangka waktu yang cukup lama.
(Kroemer,2001)

2.1.1 Faktor penyebab terjadinya keluhan muskuloskeletal
Peter Vi(2000) menjelaskan bahwa, terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal .
1. Peregangan otot yang berlebihan
Peregangan otot yang berlebihan (over exertion) biasanya dialami pekerja yang mengalami aktifitas kerja yang menuntut tenaga yang besar. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka akan mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cidera otot skeletal.
2. Aktifitas berulang
Aktifitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus, tanpa memperoleh kesempatan untuk melakukan relaksasi.
3. Sikap kerja tidak alamiah
Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi-posisi bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiahnya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi, semakin tinggi pula terjadi keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan kerja tidak sesuai dengan kemmpuan dan keterbatasan pekerja.
(Grandjen, 1993; Manuaba, 2000)
4. Faktor penyebab sekunder
 Tekanan
Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot lunak, seperti saat tangan harus memegang alat dalam jangka waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan pada otot tersebut akibat tekanan langsung yang diterima. Apabila hal ini berlangsung terus menerus akan menyebabkan keluhan yang menetap.
 Getaran
Getaran dengan frekuensi yang tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini akan menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akibatnya menimbulkan rasa nyeri otot.
 Mikroklimat
Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja, sehingga gerakannya menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot.
5. Faktor kombinasi
Resiko terjadinya keluhan otot skeletal akan semakin meningkat dengan tugas yang semakin berat oleh tubuh. Beberapa hal yang mempengaruhi faktor kombinasi tersebut adalah :
 Umur
Chaffin(1979) dan Guo et al(1995) menyatakan bahwa keluhan otot skeletal biasanya dialami orang pada usia kerja , yaitu 24-65 tahun. Biasanya keluhan pertama dialami pada usia 35 tahun dan tingkat keluhan akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur.
 Jenis Kelamin
Dalam pendesainan suatu beban tugas harus diperhatikan jenis kelamin pemakainya, Astarnd dan Rodahl (1977) menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya 60% dari kekuatan otot pria, keluhan otot juga lebih banyak dialami wanita dibandingkan pria. Namun pendapat ini masih diperdebatkan oleh para ahli
 Kebiasaan merokok
Sama halnya dengan jenis kelamin, kebiasaan merokok pun masih dalam taraf perdebatan para ahli. Namun dari penelitian oleh para ahli diperoleh bahwa meningkatnya frekuensi merokok akan meningkatkan keluahan otot yang dirasakan.
 Kesegaran jasmani
Pada umumnya keluhan otot jarang dialami oleh seseorang yang dalam aktifitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk beristirahat. Sebaliknya, bagi yang dalam pekerjaan kesehariannya memerlukan tenaga besar dan tidak cukup istirahat akan lebih sering mengalami keluhan otot. Tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan menongkat sejalan dengan bertambahnya aktivitas fisik.

 Kekuatan Fisik
Chaffin dan Park (1977) seperti yang dilaporkan oleh NIOSH menemukan keluhan punggung yang tajam pada para pekerja yang menuntut pekerjaan otot diatas batas kekuatan otot maksimalnya. Dan pekerja yang memiliki kekuatan otot rendah beresiko tiga kali lipat lebih besar mengalami keluhan otot dibandingkan pekerja yang memiliki kekuatan otot yang tinggi. Namun sama halnya dengan kebiasaan merokok dan jenis kelamin, pendapat ini masih diperdebatkan.
 Ukuran Tubuh (Antropometri)
Walaupun pengaruhnya relatif kecil, ukuran tubuh juga menyebabkan keluhan otot skeletal. Vessy et al (1990) menyatakan bahwa wanita gemuk memiliki risiko 3 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita kurus. Temuan lain menyatakan bahwa tubuh yang tinggi umumnya sering mengalami keluhan sakit punggung, tetapi tubuh tinggi tak mempunyai pengaruh terhadap keluhan pada leher, bahu, dan pergelangan tangan.
(Grandjen, 1993; Manuaba, 2000)
2.1.2 Mengukur dan mengenali sumber penyebab keluhan muskuloskeletal
Ada beberapa cara yang telah diperkenalkan dalam melakukan evaluasi ergonomic untuk mengetahui hubungan antara tekanan fisik denagn resiko keluhan otot skeletal. Pengukuran terhadap tekanan fisik ini cukup sulit karena melibatkan berbagai faktor seperti kinerja, motivasi, harapan, dan toleransi kelelahan.
(Waters & Anderson, 1996)
Alat ukur ergonomi yang dapat digunakan diantaranya adalah :
1. Cheklist
Cheklist merupakan alat ukur ergonomi yang paling sederhana dan mudah, oleh karena itu biasanya menjadi pilihan pertama untuk melakukan pengukuran yang masih umum. Cheklist berisi pertanyaan umum yang biasanya mengarah pada pengumpulan data tentang tingkat beban kerja dan pertanyaan khusus yang berisi data yang lebih spesifik seperti berat beban, jarak angkat, jenis pekerjaan, dan frekeunsi kerja. Cheklist merupakan cara yang mudah untuk digunakan, tetapi hasilnya kurang teliti. Oleh karena itu cheklist lebih cocok digunakan untuk studi pendahuluan dan identifikasi masalah.
2. Model Biomekanik
Model Biomekanik menerapkan konsep mekanik teknik pada fungsi tubuh untuk mengetahui reaksi otot yang terjadi akibat tekanan beban kerja. Beberapa faktor yang harus dicermati apabila pengukuran dilakukan dengan model biomekanik adalah sebagai berikut :
a. Sifat dasar mekanik (static atau dinamik)
b. Dimensi model (dua atau tiga dimensi)
c. Ketepatan dalam mengambil asumsi
d. Input yang diperlukan cukup kompleks
3. Tabel Psikofisik
Psikofisik merupakan cabang ilmu psikologi yang digunakan untuk menguji hubungan antara persepsi dari sensasi tubuh terhadap rangsangan fisik. Melalui persepsi dan sensansi tubuh, dapat diketahui kapasitas kerja seseorang. Steven (1962) dan Snook & Ciriello (1991) menjelaskan bahwa tingkat kekuatan seseorang dalam menerima beban kerja dapat diukur melalui perasaan subjektif, dalam arti persepsi seseorang terhadap beban kerja dapat digunakan untuk mengukur efek kombinasi dari tekanan fisik dan tekanan biomekanik akibat aktivitas yang dilakukan. Untuk metode psikofisik ini hasil dari pengukuran tergantung dari persepsi seseorang dan konsekuenainya, kemungkinan terjadi perbedaan antara persepsi yang satu dengan yang lainnya.
4. Metode Fisik
Salah satu penyebab timbulnya keluhan otot adalah kelelahan yang terjadi akibat beban kerja yang berlebihan. Oleh karena itu salah satu metode untuk mengetahui keluhan fisik dapat dilakuakn secara langsung dengan mengukur tingkat beban kerja. Tingkat beban kerja dapat diketahu melalui indikator denyut nadi, konsumsi oksigen, dan kapasitas paru-paru. Melalui beban kerja inilah dapat diketahui tingkat reiko terjadinya keluhan otot skelektal. Apabila beban kerja melebihi kapasitas kerja, maka resiko terjadinya keluhan otot akan semakin besar.

5. Pengukuran dengan video kamera
Melalui video camera dapat direkam setiap tahapan aktivitas kerja, selanjutnya hasil rekaman dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan analisis terhadap sumber terjadinya keluhan otot.
6. Pengamatan Melalui Monitor
Sistem ini terdiri dari sensor mekanik yang dipasang pada bagian tubuh pekerja yang dapat mengukur berbagai aspek dari aktivitas tubuh, seperti posisi, kecepatan, dan percepatan gerakan. Melalui monitor dapat dilihat secara langsung karakteristik dan perubahan gerak yang dapat digunakan untuk mengestimasi keluhan otot yang akan terjadi, dan sekaligus dapat dianalisa solusi ergonomiknya.
7. Metode analitik
Metode analitik ini direkomendasikan oleh NIOSH (National Institute for Occupational Safety and Health) untuk pekerjaan mengangkat. NIOSH memberikan cara sederhana untuk mengestimasi kemungkinan terjadinya peregangan otot yang berlebihan (overexertion) atas dasar karakteritik pekerjaan, yaitu dengan menghitung Recomended Weight Limit (RWLH) dan Lifting Index (LI). RWLH adalah persamaan pengangkatan beban kerja yang direkomendasikan oleh NIOSH. RWLH digunakan untuk pengangkatan beban kerja spesifik pada waktu tertentu untuk pekerja dalam kondisi normal, dimana mengurangi resiko terjadinya cedera pada musculoskeletal, NIOSH merekomendasikan penggunaan RWLH dan LI berdasarkan konsep resiko pengangkatan beban dan Low Back Pain (LBP) Batas penggunaan RWLH dan LI tidak termasuk dalam hal yang terjadi di bawah ini :
 Mengangkat atau menurunkan beban dengan satu tangan
 Mengangkat atau menurunkan beban lebih dari 8 jam
 Mengangkat atau menurunkan beban ketika duduk atau berlutut
 Mengangkat atau menurunkan beban di tempat yang terlarang
 Mengangkat atau menurunkan beban sambil mendorong atau menarik
 Mengangkat atau menurunkan beban menggunakan kereta sorong.
 Mengangkat atau menurunkan beban dengan kecepatan 30 inchi per sekon (76.2 cm per sekon)
 Mengangkat atau menurunkan beban dengan koefisien statik lantai dengan alas kaki operator < 0.
 Mengangkat atau menurunkan beban di luar suhu optimal (19-26 derajat C) dan tidak berada pada kelembaban optimal.
(http://www.phppo.cdc.gov/cdcRecommends/showarticle.asp?a_artid=P0000427&TopNum=50&CallPg=Adv
RWL
Sebuah lembaga yang menangani masalah kesehatan dan keselamatan kerja di Amerika,
NIOSH (National Institute of Occupational Safety and Health) melakukan analisis terhadap kekuatan manusia dalam mengangkat atau memindahkan beban, serta merekomendasikan batas maksimum beban yang masih boleh diangkat oleh pekerja yaitu Action Limit (AL) dan MPL (Maximal Permissible Limit) pada tahun 1981. Kemudian lifting equation tersebut direvisi sehingga dapat mengevaluasi dan menyediakan pedoman untuk range yang lebih luas dari manual lifting. Revisi tersebut menghasilkan RWL (1991), yaitu batas beban yang dapat diangkat oleh manusia tanpa menimbulkan cedera meskipun pekerjaan tersebut dilakukan secara berulang-ulang dalam durasi kerja tertentu (misal 8 jam sehari) dan dalam jangka waktu yang cukup lama. RWL didefinisikan dengan persamaan berikut:
Keterangan :
RWL : Batas beban yang direkomendasikan
LC : Konstanta pembebanan = 23 kg
HM : Faktor pengali horizontal = 25/H
Ket: H dalam cm
DM : Faktor pengali perpindahan = 0.82 + 4.5/D
Ket: D dalam cm
AM : Faktor pengali asimetrik = 1 – (0.0032 A)
Ket: A in degree
FM : Faktor pengali frekuensi
CM : Faktor pengali kopling (handle)
VM : Faktor pengali vertikal = (1-(0.003[V-75]))
Ket: V dalam cm

RWLH
RWLH dihitung berdasarkan enam variabel sebagai berikut :
Ada beberapa faktor yang berpengaruh dalam pemindahan material, adalah sebagai berikut :
a. Berat beban yang harus diangkat dan perbandingannya terhadap berat badan operator
b. Jarak horizontal dari beban relatif terhadap operator.
c. Ukuran beban yang harus diangkat (beban yang berukuran besar) akan memiliki pusat massa yang letaknya jauh dari operator, hal tersebut juga akan mempengaruhi pandangan operator.
d. Ketinggian beban yang harus diangkat dan jarak perpindahan beban (mengangkat beban dari permukaan lantai akan relatif lebih sulit daripada mengangkat beban dari ketinggian pada permukaan pinggang).
e. Prediksi terhadap berat beban yang akan diangkat. Hal ini adalah untuk mengantisipasi beban yang lebih berat dari yang diperkirakan.
f. Stabilisasi beban yang akan diangkat
g. Kemudahan untuk dijangkau oleh pekerja
h. Frekuensi angkat, yaitu banyaknya aktifitas angkat
Berdasarkan enam variabel tersebut dapat dihitung rumus RWLH


Dimana :
RWLH : batas beban yang direkomendasikan
LC : konstanta pembebanan = 23 kg
HM : faktor penggali horizontal = 25 / H (table 2A.1)
VM : faktor penggali vertical = (1-0.003/ V-75) (table 2A.2)

Untuk pekerja Indonesia, terdapat perbedaan untuk VM, sebagai berikut :
1. Untuk pengangkatan dengan ketinggian awal di bawah 69 :
………………1.2
2. Untuk pengangkatan dengan ketinggian awal di atas 69 cm
................1.3
DM : faktor penggali perpindahan = 0,82 + 4,5 / D (table 2A.3)
AM : faktor penggali asimetrik = 1 – 0,0032 A(table 2A.4)
CM : faktor penggali kopling (table 2A.5)
FM : faktor pengali frekuensi (table 2A.6)
Berdasarkan penelitian terakhir, yang dicantumkan dalam revisi NIOSH guidelines dikemukakan 2 buah faktor pengali yang mempengaruhi berat badan yang boleh diangkat yaitu :
1. Faktor Pengali Asimetrik yaitu pemindahan dengan membentuk suatu sudut (maksimal 90).
2. Pengali kopling yaitu pengaruh adanya handel pada RWL, menjadikan pengurangan beban dalam pemindahan beban.
Pengali kopling yang telah disebutkan diatas diklasifikasikan menjadi menjadi tiga macam yaitu
 Good, pengali kopling dapat dikategorikan baik bila pada saat pengangkatan tangan merasa nyaman saat mengangkat beban.
 Fair, bila tangan merasa cukup nyaman saat mengangkat beban.
 Poor, bila tangan tidak merasa nyaman untuk mengangkat beban atau sulit untuk di handle.

Lingkungan Fisik kerja

Lingkungan fisik kerja dalam Pendekatan dari Human factors (Ergonomi) merupakan aplikasi sistematis dari sejumlah informasi yang relevan dari kemampuan, keterbatasan, karakteristik, tingkah laku, dan motivasi manusia untuk merancang peralatan dan prosedur yang digunakan serta lingkungan kerja yang dipakai.
Dalam bekerja, seseorang akan berada dalam lingkungan fisik kerja tersebut dalam waktu tertentu. Sehingga diperlukan suatu kemampuan beradaptasi dengan lingkungan yang baik. Kondisi lingkungan fisik kerja yang tidak nyaman akan membuat seorang pekerja mengeluarkan tenaga lebih untuk beradaptasi, sehingga konsentrasinya akan terbelah antara pekerjaan dan beradaptasi dengan lingkungannya. Hal ini akan lebih mempercepat terjadinya stress pada pekerja. Maka dari pada itu, merupakan suatu hal yang penting untuk mempertimbangkan seluruh aspek lingkungan fisik kerja pada saat proses perancangan stasiun kerja
Produktivitas dan mutu kerja karyawan dipengaruhi faktor-faktor yang terkait dengan lingkungan kerja; antara lain beban kerja berlebihan yang tidak dapat diperkirakan, perubahan-perubahan di akhir waktu yang dirancang, kurangnya peralatan yang sempurna, dan tidak efisiennya alir kerja. Dengan demikian, penting untuk menjamin bahwa kerja itu dirancang untuk mencapai produktivitas dan mutu maksimum. Beberapa strategi untuk merancang lingkungan kerja dalam memenuhi tujuan organisasi yaitu tercapainya mutu dan produktivitas tinggi. Strategi dimaksud antara lain; rancangan tempat kerja atau ergonomik, komputerisasi dan mesin otomatik, dan rancangan pekerjaan ( pengayaan, perluasan, dan rotasi pekerjaan),
Strategi Perancangan Kerja Kembali:
 Perbaikan alur kerja yang jelas.
 Pengurangan gerak fisik yang berulang-ulang yang menyebabkan mudah lelah.
 Menyesuaikan sinar lampu dengan kondisi ruangan kerja.
 Membolehkan karyawan untuk melakukan kegiatan pribadi di sekitar tempat kerja.
 Menggunakan warna ruangan kerja yang menyenangkan.
 Menyediakan kantor privat dan ruang kerja nyaman.
 Menyediakan tempat atau ruang istirahat.
 Penyusunan, penyesuaian dan pemindahan peralatan, bagian-bagian pokok dan ruang kerja.
 Menempatkan sesama para anggota tim secara berdekatan sehingga mereka dapat berinteraksi dengan mudah.
 Menyediakan peralatan kursi, meja dan lemari kantor yang sesuai dengan kondisi tubuh dan kegiatan kerja karyawan.
Dalam suatu pengerjaan banyak terjadi kesalahan-kesalahan yang mengakibatkan menurunnya hasil dari output yang diinginkan. Manusia tidak dapat terlepas dari faktor-faktor penunjang yang akan menentukan kinerjanya. Suhu ruangan dan tingkat kebisingan pada suatu tempat kerja merupakan dua faktor yang mengakibatkan perubahan-perubahan output tadi. Keberadaan seseorang disaat melakukan aktifitas pada ruangan tertentu akan dipengaruhi oleh temperatur dan tingkat kebisingan pada ruangan tersebut.
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perubahan temperatur dan tingkat kebisingan pada ruangan tertentu terhadap kinerja seseorang diperlukan beberapa perlakuan untuk menetapkan pada temperatur berapa dan pada tingkat kebisingan berapa seseorang tadi dapat bekerja dengan baik sehingga output yang dihasilkan akan mencapai hasil yang optimal pada setiap kali pengerjaanya.
Manusia sebagai makhluk sempurna tetap tidak luput dari kekurangan, dalam arti segala kemampuannya masih dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari diri sendiri (intern), dapat juga dari pengaruh luar (ekstern). Salah satu faktor yang berasal dari luar adalah kondisi lingkungan kerja, yaitu semua keadaan yang terdapat di sekitar tempat kerja seperti temperatur, kelembaban udara, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan, warna dan lain-lain. Hal-hal tersebut dapat berpengaruh secara signifikan terhadap hasil kerja manusia.
(Wignjosoebroto, 1995, hal. 83)

2.1 Temperatur
Tubuh manusia akan selalu berusaha mempertahankan kondisi normal sistem tubuh dengan menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di luar tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan temperatur ruang adalah jika perubahan temperatur luar tubuh tidak melebihi 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin. Tubuh manusia bisa menyesuaikan diri karena kemampuannya untuk melakukan proses konveksi, radiasi dan penguapan jika terjadi kekurangan atau kelebihan panas yang membebaninya.
Temperatur menjadi variabel penting memelihara lingkungan yang menyenangkan. Walu pun tidak mesti berkata bohong manusia tidak dapat bekerja pada temperatur yang berbeda namun hasil kerja adalah dapat optimal untuk temperatur 20-27 derajat celcius dengan kelembaban 30-50%
Menurut penyelidikan, berbagai tingkat temperatur akan memberikan pengaruh yang berbeda-beda seperti berikut ini :
• + 49 oC :Temperatur yang dapat ditahan sekitar 1 jam, tetapi jauh diatas kemampuan fisik dan mental.
• + 30 oC : Aktivitas mental dan daya tanggap mulai menurun dan cenderung untuk melakukan kesalahan dalam pekerjaan, timbul kelelahan fisik.
• + 24 oC : Kondisi optimum.
• + 10 oC : Kekakuan fisik yang ekstrem mulai muncul.
Dari hasil penyelidikan didapatkan bahwa produktivitas manusia akan mencapai tingkat yang paling tinggi pada temperatur sekitar 24 – 27 derajat Celcius.
Bahaya panas di lingkungan kerja merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja
(Wignjosoebroto,1995,hal.84)
2.2 Kelembaban
Yang dimaksud kelembaban di sini adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara (dinyatakan dalam %). Kelembaban ini dipengaruhi oleh temperatur udara. Suatu keadaan dimana temperatur udara sangat panas dan kelembabannya tinggi,akan menimbulkan pengurangan panas dari tubuh secara besar-besaran, karena sistim penguapan, dan pengaruh lain ialah makin cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen.Tubuh manusia selalu berusaha untuk mencapai keseimbangan antara panas tubuhnya dengan suhu disekitarnya. Keseimbangan itu akan memenuhi rumus :
M + R + C – E = 0
M = panas yang diperoleh dari metabolisme
R = perubahan panas karena radiasi
C = perubahan panas karena konveksi
E = hilangnya tenaga karena penguapan
2.3 Siklus udara (ventilation)
Udara disekitar kita mengandung sekitar 21% oksigen, 0,03% karbondioksida, dan 0,9% campuran gas-gas lain. Kotornya udara disekitar kita dapat mempengaruhi kesehatan tubuh dan mempercepat proses kelelahan. Sirkulasi udara akan menggantikan udara kotor dengan udara yang bersih. Agar sirkulasi terjaga dengan baik, dapat ditempuh dengan memberi ventilasi yang cukup (lewat jendela), dapat juga dengan meletakkan tanaman untuk menyediakan kebutuhan akan oksigen yang cukup.
(Wignjosoebroto,1995,hal.85)
2.4 Pencahayaan (Lighting)
Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan menambah beban kerja karena mengganggu pelaksanaan pekerjaan tetapi juga menimbulkan kesan kotor. Oleh karena itu penerangan dalam lingkungan kerja harus cukup untuk menimbulkan kesan yang higienis. Disamping itu cahaya yang cukup akan memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang dikerjakan dengan jelas dan menghindarkan dari kesalahan kerja.
Berkaitan dengan pencahayaan dalam hubungannya dengan penglihatan orang didalam suatu lingkungan kerja maka faktor besar-kecilnya objek atau umur pekerja juga mempengaruhi. Pekerja di suatu pabrik arloji misalnya objek yang dikerjakan sangat kecil maka intensitas penerangan relatif harus lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas penerangan di pabrik mobil. Demikian juga umur pekerja dimana makin tua umur seseorang, daya penglihatannya semakin berkurang. Orang yang sudah tua dalam menangkap objek yang dikerjakan memerlukan penerangan yang lebih tinggi daripada orang yang lebih muda.
Akibat dari kurangnya penerangan di lingkungan kerja akan menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi para karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan mental ini antara lain sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir. Disamping itu kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk mendekatkan matanya ke objek guna mmeperbesar ukuran benda. Hal ini akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi penglihatan rangkap atau kabur.
Untuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup dikaitkan dengan objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Perbaikan kontras dimana warna objek yang dikerjakan kontras dengan latar
belakang objek tersebut. Misalnya cat tembok di sekeliling tempat kerja harus
berwarna kontras dengan warna objek yang dikerjakan.
b. Meningkatkan penerangan, sebaiknya 2 kali dari penerangan diluar tempat kerja.
Disamping itu di bagian-bagian tempat kerja perlu ditambah dengan dengan
lampu-lampu tersendiri.
c. Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-masing tenaga
kerja. Misalnya tenaga kerja yang sudah berumur diatas 50 tahun tidak diberikan
tugas di malam hari.
Disamping akibat-akibat pencahayaan yang kurang seperti diuraikan diatas, penerangan / pencahayaan baik kurang maupun cukup kadang-kadang juga menimbulkan masalah apabila pengaturannya kurang baik yakni silau. Silau juga menjadi beban tambahan bagi pekerja maka harus dilakukan pengaturan atau dicegah.
Pencegahan silau dapat dilakukan antara lain :
a. Pemilihan jenis lampu yang tepat misalnya neon. Lampu neon kurang
menyebabkan silau dibandingkan lampu biasa.
b. Menempatkan sumber-sumber cahaya / penerangan sedemikian rupa sehingga
tidak langsung mengenai bidang yang mengkilap.
c. Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka jendela
yang langsung memasukkan sinar matahari.
d. Penggunaan alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap.
e. Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidak terhalang oleh bayangan suatu
benda. Dalam ruangan kerja sebaiknya tidak terjadi bayangan-bayangan.
Penerangan yang silau buruk (kurang maupun silau) di lingkungan kerja akan menyebabkan hal-hal sebagai berikut :
a. Kelelahan mata yang akan berakibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja.
b. Kelemahan mental.
c. Kerusakan alat penglihatan (mata).
d. Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.
e. Meningkatnya kecelakaan kerja.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas maka dalam mendirikan bangunan tempat kerja (pabrik, kantor, sekolahan, dan sebagainya) sebaiknya mempertimbangkan ketentuan-ketentuan antara lain sebagai berikut :
a. Jarak antara gedung dan abngunan-bangunan lain tidak mengganggu masuknya
cahaya matahari ke tempat kerja.
b. Jendela-jendela dan lubang angin untuk masuknya cahaya matahari harus cukup,
seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas bangunan.
c. Apabila cahaya matahari tidak mencukupi ruangan tempat kerja, harus diganti
dengan penerangan lampu yang cukup.
d. Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu ruangan panas (tidak
melebihi 32 derajat celsius).
e. Sumber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayang-bayang yang
mengganggu kerja.
f. Sumber cahaya harus menghasilkan daya penerangan yang tetap dan menyebar
serta tidak berkedip-kedip.
2. 5 Kebisingan
Bunyi adalah sesuatu yang tidak dapat kita hindari dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di tempat kerja. Bahkan bunyi yang kita tangkap melalui telinga kita merupakan bagian dari kerja misalnya bunyi telepon, bunyi mesin ketik / komputer, mesin cetak, dan sebagainya.
Namun sering bunyi-bunyi tersebut meskipun merupakan bagian dari kerja kita tetapi tidak kita inginkan, misalnya teriakan orang, bunyi mesin diesel yang melebihi ambang batas pendengaran, dan sebagainya. Bunyi yang tidak kita inginkan atau kehendaki inilah yang sering disebut bising atau kebisingan.
Ada 3 aspek yang menentukan kualitas bunyi yang dapat menentukan tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu :
• Lama bunyi itu terdengar. Bila terlalu lama dapat menyebabkan ketulian (deafness)
• Intensitas –biasanya diukur dengan satuan decibel (dB), menunjukkan besarnya arus energi per satuan luar.
Frekuensi suara (Hz), menunjukkan jumlah gelombang suara yang sampai ke telinga kita per detiknya
Bising memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Bising yang kadangkala dan tak terduga akan lebih mengganggu dari pada bising yang kontinu.
b. Sumber nada tinggi lebih mengganggu dari pada nada rendah.
c. Tugas yang menuntut konsentrasi mental terus-menerus akan lebih mudah diganggu bising dari pada tugas lainnya.
d. Kegiatan yang memerlukan pelatihan lebih mudah terpengaruh bising dari pada pekerjaan rutin.




Skala Intensitas Kebisingan
Tabel 1.2 Kondisi suara dan batas tingkat kebisingannya
Kondisi suara Desibel (dB) Batas Dengar Tertinggi
120 Halilintar
Menulikan 110 Meriam
100 Mesin uap
Jalan Hiruk Pikuk
Sangat Hiruk Pikuk 90 Perusahaan sangat gaduh
80 Pluit polisi
Kantor gaduh
Kuat 70 Jalan pada umumnya
Radio
60 Perusahaan
Rumah gaduh
Sedang 50 Kantor pada umumnya
Percakapan kuat
40 Radio perlahan
Rumah tenang
Tenang 30 Kantor pribadi
Auditorium
20 Percakapan
10 Suara dedaunan
Sangat Tenang Berbisik-bisik
Batas Dengar Terendah
0

Kebisingan mempengaruhi kesehatan antara lain dapat menyebabkan kerusakan pada indera pendengaran sampai kepada ketulian. Dari hasil penelitian diperoleh bukti bahwa intensitas bunyi yang dikategorikan bising dan yang mempengaruhi kesehatan (pendengaran) adalah diatas 60 dB. Oleh sebab itu para karyawan yang bekerja di pabrik dengan intensitas bunyi mesin diatas 60 dB maka harus dilengkapi dengan alat pelindung (penyumbat) telinga guna mencegah gangguan pendengaran.
Disamping itu kebisingan juga dapat mengganggu komunikasi. Dengan suasana yang bising memaksa pekerja berteriak didalam berkomunikasi dengan pekerja lain. Kadang-kadang teriakan atau pembicaraan yang keras ini dapat menimbulkan salah komunikasi (miss communication) atau salah persepsi terhadap orang lain.
Oleh karena sudah biasa berbicara keras di lingkungan kerja sebagai akibat lingkungan kerja yang bising ini maka kadang-kadang di tengah-tengah keluarga juga terbiasa berbicara keras. Bisa jadi timbul salah persepsi di kalangan keluarga karena dipersepsikan sebagai sikap marah. Lebih jauh kebisingan yang terus-menerus dapat mengakibatkan gangguan konsentrasi pekerja yang akibatnya pekerja cenderung berbuat kesalahan dan akhirnya menurunkan produktivitas kerja.
Kebisingan terutama yang berasal dari alat-alat bantu kerja atau mesin dapat dikendalikan antara lain dengan menempatkan peredam pada sumber getaran atau memodifikasi mesin untuk mengurangi bising. Penggunaan proteksi dengan sumbatan telinga dapat mengurangi kebisingan sekitar 20-25 dB.
Tetapi penggunaan penutup telinga ini pada umumnya tidak disenangi oleh pekerja karena terasa risi adanya benda asing di telinganya. Untuk itu penyuluhan terhadap mereka agar menyadari pentingnya tutup telinga bagi kesehatannya dan akhirnya mau memakainya.

2.6 Getaran Mekanis
Getaran mekanis merupakan getaran–getaran yang ditimbulkan oleh peralatan mekanis yang sebagian dari getaran tersebut sampai ke tubuh dan dapat menimbulkan akibat–akibat yang tidak diinginkan pada tubuh kita. Besarnya getaran ini ditentukan oleh intensitas, frekuensi getaran dan lamanya getaran itu berlangsung. Sedangkan anggota tubuh manusia juga memiliki frekuensi alami dimana apabila frekuensi ini beresonansi dengan frekuensi getaran akan menimbulkan gangguan. Gangguan–gangguan tersebut diantaranya, mempengaruhi konsentrasi kerja, mempercepat kelelahan, gangguan pada anggota tubuh.
(Sritomo Wignjosoebroto,1995,hal 87)




2.7 UJI PERFORMANSI MOTORIK
Dalam praktikum ini menggunakan uji performansi.dalam alat uji performansi yang digunakan,terdapat 4 macam kemampuan yang diuji,yakni:
1. uji waktu reaksi (reaction time rest)
2. uji waktu pergerakan (movement time rest)
3. uji kecepatan ketukan jari(finger tapping rest)
4. uji koordinasi gerakan (coordination test)
Saat sesi pengukuran performansi dimulai,pengguna akan menemui halaman depan dari interface alat uji performansi.pada interface tersebut terdapat ucapan “selamat datang” dan sedikit penjelasan secara singkat mengenai seperti alat uji yang ditujukan kepada responden.sebuah kotak field yang terletak di bawah,dimaksudkan sebagai isian nama dari responden yang akan melakukan uji performannsi.setelah diisi nama,responden harus mengklik tombol tanda panah yang berada di sisi kanan bawah monitor untukdapat melanjutkan ke menu utama.
Pada halaman menu utama tampak pilihan sesi pengukuran yang akan dilakukan.contoh pemilihannnya adalah “kondisi satu” dan sebelum kerja,untuk melakukan pengkuran performansi pada perlakukan kondisi 1 saat kerja .kemudian responden dapat langsung masuk ke masing-masing uji performansi denagn memilih salah satu tombol uji yang tampak berada disebelah kanan layer monitor.
1.Uji waktu reaksi (reaction time test)
Pada waktu uji reaksi ini pada layer monitor tampak sebuah animasi lampu lalu lintas dengan kondisi lampu merah menyala.berikut dijelaskan yang perlu diperhatikan dalam melakukan uji ini:
a. saat lampu merah pada animasi menyala,hal ini menandakan uji belum dapat dimulai.
b. untuk memulai uji tekan tombol berbentuk kotak yang terletak disamping.
c. setelah tombol ditekan,lampu kunig pada animasi akan menyala yang menandakan peringatan bagi responden untuk waspada pada stimulus yang akan datang (lampu hijau menyala)beberapa saat setelahnya.
d. saat lampu hijau menyalaresponden diminta merespon denagn menekan tombol kembali secepat-cepatnya.
e. uji ini akan berakhir setelah responden melakukan 5 kali respon stimulus dengan benar
f. hasil uji waktu reaksi responden langsung ditampilkan secara sekilas dilayar monitor
g. kemudian click tombol ulanngin jika dirasa perlu untuk mengulangui uji,atau clickl tombol back to menu jika ingin langsung kembali kemenu untama.

2.Uji waktu pergerakan(movement time test)
Pada uji ini, pada layar monitor tampak sebuah lingkaran kecil berwarna merah. Untuk melakukan uji ini, berikut dijelaskan langkah-langkah yang perlu diperhatikan responden :
a. Responden diminta untuk meng-click animasi lingkaran merah pada yang tampak dengan menggunakan mouse.
b. Setelah di-click, seketika itu lingkaran merah akan berpindah secara acak pada suatu titik dengan jarak tertentu.
c. Responden diminta untuk terus mengejar dan meng-click lingkaran merah tersebut sampai uji ini berakhir (uji berakhit setelah lingkaran merah telah berpindah tempat sebanyak 15 kali).
d. Data hasil uji waktu pergerakan dari tangan responden langsung ditampilkan secara sekilas di layar monitor kemudian click tombol “ulangi” jika dirasa perlu untuk mengulangi uji dan click tombol “back to menu” jika ingin kembali ke menu utama.

3. Uji Kecepatan Ketukan Jari (Finger Tapping Test)
Dalam uji kecepatan ketukan jari yang harus dilakukan tiga kali berturut-turut, pada layar monitor tampak sebuah animasi tombol berwarna merah. Tugas dari responden adalah hanya meng-click tombol tersebut dengan menggunakan mouse sebanyak mungkin dalam rentang waktu yang telah disediakan. Setelah waktu habis, data kecepatan ketukan jari langsung ditampilkan, kemudian click tombol “ulangi” untuk mengulangi uji, dan click tombol “back to menu” untuk langsung kembali ke menu utama.

4. Uji Koordinasi Gerakan (Coordination Test)
Dalam uji yang harus dilakukan sebanyak berturut-turut ini, pada layar monitor tampak dua buah tombol berwarna merah yang saling bersebelahan dan terpisah pada suatu jarak tertentu. Untuk memulai uji, responden diminta untuk menekan tombol yang berada di sebelah kiri terlebih dahulu untuk kemudian menekan tombol yang lainnya sesegera mungkin dengan menggunakan mouse sehingga responden melakukan gerakan perpindahan tangan ke kiri dan ke kanan secara terus menerus sampai batas waktu yang diberikan habis. Data hasil pengujian tersebut langsung ditampilkan pada layar monitor kemudian click tombol “ulangi” untuk mengulangi uji, dan click tombol “back to menu” untuk langsung kembali ke menu utama.